Author : Rei
Cast : Kim Jongin, Xi Luhan
(switch gender)
Other Cast : Sehun
Genre : Romance (?) dan lain-lain
Length : One Shoot
Bagi yang gak suka karakter Luhan
yang aku switch gender menjadi perempuan mohon jangan baca fanfic ini dan
jangan bash ya.
Cerita ini murni hasil ideku
sendiri.
Semoga suka ya… Selamat membaca!
^O^
Angel
Aku mengenalnya sejak kecil
Wajahnya yang polos itu mirip seorang angel.
Selalu membuatku penasaran, apakah ada manusia di dunia ini yang selugu
itu?
Selugu-lugunya sampai ia tak tahu apa perasaanku kali ini.
Aku menyukai tatapan matanya yang tajam.
Sifatnya yang kasar, tubuhnya yang tinggi dan kekar memang membuatku
sedikit takut.
Tapi aku tahu hatinya selembut sutera.
Menghangatkan hatiku bagaikan musim semi.
“Jongin! Kim Jongin!”
Cahaya mentari mulai masuk di
sela-sela gordyn yang masih tertutup.
“Bangun Jongin, ini sudah pagi!”
Teriak seorang wanita sambil
menyingkapkan selimut anak laki-laki yang dipanggilnya itu. Ia pun membuka
gordyn, membuat anak laki-laki itu mulai membuka mata dan merengek.
“Ehmm… Haruskah kau bangunkan aku
sepagi ini setiap hari, Luhan?”
“Panggil aku noona, Jongin! Aku
ini lebih tua darimu. Ayo cepat bangun. Kau harus pergi ke kampus pagi ini kan?”
Mereka berdua adalah bagian dari
sebuah panti asuhan. Dari lahir Luhan sudah dibuang orangtuanya, lalu dimasukan
ke panti asuhan ini. Sedangkan Jongin dimasukkan ke dalam panti karena kedua
orangtuanya meninggal dan tidak punya saudara lagi.
“Baiklah, ini aku bangun.
Mandikan aku noona!”
“Umurmu itu sudah mau dua puluh
tahun Jongin, haruskah aku memandikanmu?”
“Aissh..!”
Dengan kasar Jongin beranjak dari
tidurnya. Ia pun tidak pernah membereskan tempat tidurnya. Mungkin karena sejak
dulu ia tinggal disini selalu dimanja oleh noona-nya, Luhan. Apapun selalu
disiapkan oleh Luhan, namun Luhan melakukannya dengan senang hati.
“Jongin! Pulang kuliahnya jangan
sampai telat ya. Hari ini aku harus menjaga restoran sampai jam 4 sore. Nanti
tolong jemput Sehun juga di sekolah ya.”
“Terserah aku saja. Apa kau
sangat sibuk sekali? Sehun? Suruh saja ia pulang sendiri, ia juga sudah besar
kan!”
Jongin mulai menunjukan sikap
ketidakpeduliannya lagi. Dan lagi-lagi Luhan hanya bisa diam.
“Sudah, aku pergi dulu.”
“Noona, Sehun pun pamit pergi ya.
Nanti Jongin hyung tidak usah menjemputku, aku bisa pulang sendiri.”
Luhan hanya bisa mengangguk. Apa daya ia harus bekerja dan menghidupi keluarga panti yang tinggal bertiga saja. Sudah tidak ada donatur lagi yang mau mendonasikan dananya ke panti ini. Tinggalah Luhan, Jongin, Sehun dan ibu panti, yang itupun hanya siang hari saja mendatangi panti untuk beres-beres.
Jadi secara tidak langsung Luhan
menjadi tulang punggung mencari uang untuk menghidupi dua adiknya ini. Seharusnya
Jongin sebagai anak laki-laki yang bekerja, namun Luhan ingin agar Jongin
meneruskan sekolah ke perguruan tinggi agar bisa mendapatkan ilmu yang lebih
banyak. Supaya nantinya ia bisa bekerja yang lebih baik.
Jongin memang selalu bersikap
semaunya. Mungkin karena ia semenjak kecil ia selalu dimanja oleh Luhan di panti
asuhan. Dulu ia sering sekali membuat onar. Namun Jongin anak yang pintar, ia
selalu mendapat peringkat dikelasnya waktu sekolah. Sampai mendapatkan beasiswa
untuk ke universitas.
“Selamat siang, aku mau pesan jus
melon satu ya.”
“Ah, baik. Akan segera datang.”
Luhan sedang sibuk di restoran.
Lalu seorang wanita yang sedang menggendong seorang balita mendekati dan
menyapanya.
“Eh, kamu ini Luhan kan? Ini aku
Songhee teman SMP mu.”
“Ah, iya aku ingat! Apa kabarmu?”
“Yah begini lah, aku menikah
muda, ini anakku lho.”
“Oh ya? Lucu sekali. Mana
suamimu?”
“Itu yang duduk disana. Ya sudah
ya, teruskanlah pekerjaanmu Luhan, aku pergi lagi. Kapan-kapan temui aku di
rumah, masih ingat rumahku kan?”
“Iya, nanti aku pasti akan
mengunjungimu. Sampai jumpa.”
“Sampai jumpa.”
Luhan baru menyadari, umurnya
sudah dua puluh tiga tahun. Seharusnya diumur segitu seorang wanita pasti sudah
mempunyai pacar. Luhan bahkan tidak pernah mengenal pacaran karena sibuk
mengurus panti.
“Ah, untuk apa aku memikirkan hal
seperti itu. Ada-ada saja otakku ini. Lebih penting mengurus Jongin dan Sehun
dulu.”
Di kampus tempat Jongin kuliah.
Terlihat Jongin sedang duduk dibawah pohon rindang, menunggu mata kuliah
berikutnya.
“Kenapa Luhan itu begitu cantik
akhir-akhir ini?”
Ia pun bergumam. Ia mulai merasa
perasaan yang berbeda terhadap Luhan. Kadang jika sedang berada di dekat Luhan
hatinya selalu berdebar-debar.
“Ada apa ini ya?”
Sudah sejak kecil ia mengenal
Luhan. Luhan lah yang selalu menyuapinya makan, mengganti bajunya, memandikannya.
Tapi tentu saja saat Jongin masih kecil. Sampai Jongin berumur 12 tahun, Luhan
masih suka memandikannya, karena Jongin memang selalu tidak bersih jika mandi.
Walaupun seumur Jongin sekarang masih juga meminta dimandikan oleh Luhan, tapi
tentu saja Luhan pasti selalu menolak.
“Luhan, ia sudah jadi dewasa ya?”
Dirumah.
“Aku pulang!”
Teriak Luhan yang baru saja
pulang dari restoran. Kedatangannya pun disambut Sehun.
“Noona, kau bawa makanan? Aku
lapar.”
“Iya pasti Sehun, aku bawa ini
nih! Makanlah sekarang.”
“Waah, baik noona!”
“Sehun, Jongin belum pulang?”
“Belum noona.”
Luhan mulai khawatir. Ia takut
Jongin yang sudah beranjak dewasa ini bergaul dengan para berandalan. Walaupun
ia percaya, tapi ia takut. Tapi tak lama Jongin pun datang.
“Aku pulang.”
“Kau dari mana dulu Jongin?”
“Dosenku datang terlambat,
sehingga kelas baru dimulai sore hari.”
“Oh begitu. Yasudah, bersihkan
tubuhmu, lalu makan bersama, ya.”
“…”
Seperti biasa, Jongin bersikap
semaunya. Bukannya membersihkan diri lalu makan, tapi malah pergi merebahkan
diri di ranjangnya.
“Sehun, kenapa Jongin lama
sekali?”
“Tidak tahu…”
“Aku akan melihatnya ke atas. Kau
makanlah duluan.”
“Baik.”
Dibukanya pintu kamar Jongin.
Luhan kaget bukan main, karena ia mendapati Jongin sedang merebahkan tubuhnya
tanpa memakai bajunya, hanya celana panjangnya yang ia kenakan. Luhan merasa
ada perasaan aneh. Kenapa ia jadi berdebar-debar ketika melihat Jongin seperti
itu.
Luhan pun cepat-cepat menutup
kembali pintu kamar Jongin, berharap Jongin tidak sadar bahwa pintunya sudah
dibuka. Tapi terlambat.
“Noona, sedang apa kau disitu?”
“A.. aku.. Kenapa kau tidak turun
untuk makan?”
“Tubuhku panas sekali, aku ingin
merebahkan tubuhku dulu.”
“O… oh, begitu.”
Luhan pun menutup kamar Jongin
dan buru-buru kembali ke ruang makan. Ia merasakan ada yang aneh pada tubuhnya.
Terasa panas. Ada apa ini? Apa mungkin perasaannya saja sebagai seorang wanita
yang baru saja melihat tubuh seorang laki-laki?
“Ah! Ini sudah tidak benar!
Jongin sudah besar. Dan aku seorang wanita. Apakah tidak apa-apa aku tinggal
dengan laki-laki yang nantinya akan dewasa ini?”
Luhan bergumam sembari kembali ke
ruang makan.
Waktu sudah menunjukan pukul
delapan malam. Luhan pun pergi untuk mandi, setelah seharian ia sibuk dengan
rutinitasnya. Ia pun menyiapkan air hangat di bak mandinya. Ia akan berencana
untuk berendam malam ini karena besok adalah hari libur.
“Aiiih, nyamannya…”
Selesai berendam ia pun memakai
baju tidur. Bersiap untuk tidur. Namun entah kenapa ketika ia membuka pintu
kamarnya ia sangat terkejut melihat Jongin berada di ranjangnya.
“Aaaah! Jongin!”
“Ssst! Jangan berteriak noona,
aku bukan pencuri! Lagipula nanti akan membangunkan Sehun yang sudah terlelap
di kamar atas.”
“K.. k.. kau di ranjangku. M..
m.. mau apa?”
“Noona, kenapa jadi gugup seperti
itu. Apakah tidak boleh kalau malam ini aku ingin tidur disini? Sudah lama
sekali aku tidak tidur bersamamu.”
“O.. oh begitu ya? Apa tidak
apa-apa? Kau dan aku kan sudah dewasa. Nanti terjadi sesuatu bagaimana?”
“Sesuatu? Sebenarnya aku pun sangat
penasaran dengan sesuatu itu.”
Jongin tersenyum nakal. Hati
Luhan berdebar kencang. Tubuhnya memanas. Sementara itu Jongin bangkit dari
ranjang dan mendekati Luhan. Lalu menarik tangan Luhan agar ia naik ke atas
ranjang.
Sebenarnya akhir-akhir ini Jongin
mulai menyukai noona-nya ini. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang, membuat
Luhan sedikit takut. Karena kini tubuh Jongin jauh lebih tinggi dan besar
darinya, tidak seperti dulu waktu mereka kecil, Luhan masih bisa mendorongnya
keluar kamarnya waktu itu.
“Aku tidur disini ya.”
Pinta Jongin pada Luhan yang
sudah mulai berbaring. Ia pun mendekatkan dirinya ke tubuh Luhan. Membuat tubuh
Luhan semakin kaku dan tidak bisa bergerak.
“Kau ini, kelakuanmu semakin aneh
Jongin! Kau mulai seperti lelaki nakal!”
“Biarlah aku nakal, lagipula aku
hanya akan nakal kepadamu, noona!”
“Mwo? Kenapa hanya padaku?”
“Apa kau rela jika aku seperti ini
pada wanita lain, noona?”
Pertanyaan itu langsung membuat
Luhan terdiam dan berpikir. Apakah ia bisa merelakan Jongin bersama wanita
lain? Tapi untuk apa ia tidak merelekannya, Jongin hanya adik asuhnya. Luhan
semakin tidak mengerti perubahan sikap Jongin. juga tidak mengerti perasaannya
sendiri terhadap Jongin.
Sudah setengah jam Jongin terdiam
berbaring disisi Luhan. Ia merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan.
Berdebar-debar yang sangat kencang. Seperti sedang dikejar-kejar oleh sesuatu
hingga jantungnya berdetak lebih kencang.
“Jadi ini ya perasaan jika berada
di dekat wanita?”
“Memangnya selama ini kau tidak
pernah sedekat ini dengan wanita lain?”
“Aku tidak pernah melihat wanita
lain. Yang kulihat setiap hari hanya dirimu.”
“Apakah kau mencoba untuk
menggoda noona-mu ini, Jongin?”
“Aku tidak menggoda, tapi itu
benar. Setiap hari aku tidak pernah kemana-mana. Selesai kuliah aku langsung
pulang ke rumah. Apakah ada waktu untuk bertemu wanita lain?”
Tangan Jongin mulai melingkar ke
pinggang Luhan. Luhan hanya terdiam membiarkan hal itu. Ia teringat waktu kecil
mereka berdua sering tidur bersama. Ia pikir ini sama kejadiannya.
“Tapi aku merasa nyaman seperti
ini.”
“Jongin, kau tidak terlihat
seperti biasanya, yang selalu kasar dan terlihat tidak peduli. Ini seperti kau
dulu saat masih kecil.”
“Aku akan tetap kasar. Aku ini
laki-laki. Namun pengecualian untukmu, Luhannie.”
“Hei, kau memanggil namaku lagi!”
“Aku tidak akan memanggilmu noona
lagi jika kita sedang berdua seperti ini. Lagi pula apa arti perbedaan umur?”
“Kau sangat tidak sopan! Aku ini
lebih tua tiga tahun darimu.”
“Aku bukan Sehun, yang berbeda
tiga belas tahun darimu.”
“Benar juga. Umur kita tidak
berbeda terlalu jauh. Tapi kau tetap tidak sopan.”
“Aku janji tidak akan memanggil
namamu tanpa embel-embel noona jika sedang ada orang lain, Luhannie.”
“…”
Satu jam sudah terlewat. Suasana
di dalam kamar itu semakin romantis saja. Tangan Jongin masih melingkar di
pinggang Luhan.
Mereka berdua baru menyadari bahwa selama ini mereka sudah berbagi hidup dan mengenal jauh satu sama lain. Dan rasa cinta itu mulai muncul di benak Jongin. Dan sekarang sudah tak terbendung lagi. Maka mulailah Jongin mengambil satu sikap untuk Luhan. Walaupun Luhan masih belum tahu. Tapi Jongin harap malam ini Luhan bisa mengetahuinya.
Mereka berdua baru menyadari bahwa selama ini mereka sudah berbagi hidup dan mengenal jauh satu sama lain. Dan rasa cinta itu mulai muncul di benak Jongin. Dan sekarang sudah tak terbendung lagi. Maka mulailah Jongin mengambil satu sikap untuk Luhan. Walaupun Luhan masih belum tahu. Tapi Jongin harap malam ini Luhan bisa mengetahuinya.
“Luhannie…”
Wajah Jongin kini sudah tidak
lebih dari lima senti dari wajah Luhan. Luhan hanya bisa menatap mata Jongin
sekarang.
“Tutuplah matamu Luhannie”
Pinta Jongin. Lalu luhan menutup
matanya, dan tak lama bibir Jongin mulai menyentuh plum lips milik Luhan. Luhan
terkejut. Tapi ia tetap menutup matanya dan mencoba menikmati lumatan lidah
Jongin yang mulai menjelajahi kerongkongannya.
Jongin menarik leher Luhan agar
ciumannya bisa lebih dalam lagi. Namun Luhan mendorong dada Jongin dengan
tangannya.
“Wae, Luhannie?”
“Aku tidak bisa bernapas,
Jongin…”
“Ah, mianhae… Aku terlalu terbawa
suasana.”
“Kau ini dalam keadaan tidak
sadar ya Jongin? Apakah kau habis minum-minum?”
“Aku ini sadar Luhannie! Ini
ciuman pertamaku. Begitu pula denganmu kan? Apakah kau tidak terbawa suasana?”
“…”
Luhan hanya terdiam menatap mata
Jongin. Tubuh Luhan semakin dan semakin memanas. Dan hening…
“Jongin! Ini sudah malam sekali.
Apakah kau tidak mengantuk. Pergilah tidur!”
Akhirnya Luhan memecahkan keheningan itu. Tangannya yang lembut mendorong wajah Jongin menjauh darinya. Membuat Jongin sangat terkejut dan merasa kesal.
“Jadi kau mengusirku? Aku baru
saja ingin menutup mata dan tidur disini. Hah, baiklah, aku pergi!”
Jongin pun beranjak dari ranjang dengan kasar. Lalu ia pergi meninggalkan kamar Luhan.
BLAM!
“E, eh… Jongin…”
Belum lama Jongin mengatakan
bahwa ia tidak akan bersikap kasar pada Luhan. Hal ini membuat Luhan merasa
dipermainkan Jongin.
Namun Luhan memang belum
mengerti, sebenarnya perasaan apa yang hinggap dihatinya kali ini. Mengapa ia
bisa melakukan hal tadi bersama Jongin, adik asuhnya sejak kecil. Ia ingat lagi
tadi ia melakukan first kiss bersama Jongin.
“Aah, ada apa denganku? Bagaimana
bisa aku melakukannya dengan Jongin? tapi kenapa tubuhku tidak menolak?”
Luhan terus saja bergumam. Ia
berpikir keras tentang sebenarnya ada apa dengan Jongin yang kini mulai berubah.
Juga terhadap dirinya sendiri. Kenapa juga ia bisa membiarkan Jongin
melakukannya tadi. Apakah selama ini rasa itu sedikit demi sedikit mulai
tumbuh?
Hari semakin malam. Luhan pun
tertidur dengan pikirannya yang kacau. Berbeda dengan Jongin. ia terus bertanya-tanya
sendiri.
“Huh! Apakah Luhan benar-benar
tidak merasakan yang aku rasakan? Apakah ia benar-benar hanya menganggapku
adik? Apakah karena perbedaan umur? Karena aku lebih muda darinya? Aaaah!”
Jongin berada di dalam situasi
hati yang sangat kacau balau. Ia menyukai Luhan. Benar-benar menyukainya. Bukan
rasa suka terhadap seorang noona-nya, tapi sebagai seorang wanita. Jongin terus
saja meracau.
“Aku ini seorang pria sekarang,
bukan anak laki-laki kecil lagi. Lihatlah aku sebagai lelaki Luhan!”
Hari minggu pagi. Sudah seminggu
lalu ada orangtua yang ingin mengadopsi Sehun. Hanya tinggal Sehun sendiri anak
kecil disini. Bukannya tidak ingin mengasuh Sehun lebih lama lagi. Tapi Luhan
pun merasa kasihan jika Sehun harus mengikuti dirinya yang hidup pas-pasan. Ia
pun harus merelakan Sehun untuk ikut bersama orang lain yang ingin
mengadopsinya, demi kebahagiaan Sehun nantinya.
“Noona, aku sedih sekali.”
Sehun memegang erat tangan Luhan.
Ia harus pergi sekarang bersama orangtua yang sudah mengadopsinya.
“Sehunnie, kita akan sering
bertemu. Nanti aku akan mengunjungimu. Kau jangan sedih ya.”
“Jongin hyung…”
“Kau ini laki-laki Sehun,
bersikaplah seperti laki-laki. Jangan pernah menangis. Jangan manja. Dan jangan
menyusahkan orang lain.”
Jawab Jongin panjang lebar. Tidak
disangka Jongin begitu peduli menasehati adik asuhnya itu. Luhan tercengang
dengan apa yang baru saja dikatakan Jongin. Jongin mulai dewasa, pikir Luhan.
Satu persatu memeluk Sehun yang
akan pergi. Memang sedih. Tapi Luhan meahan air matanya. Ia tidak ingin membuat
Sehun menjadi makin sedih. Dan akhirnya Sehun pun pergi bersama orangtua
barunya.
Sepeninggal Sehun, kini hanya ada
dua orang saja di rumah panti ini. Sudah tidak bisa dikatakan panti asuhan
karena memang sudah tidak pernah ada lagi yang menitipkan anak yatim kemari.
Ibu panti pun sudah berhenti mengurus rumah panti ini.
Apa? Dirumah ini tinggal berdua
saja? Ya benar. Hanya tinggal Luhan dan Jongin. Wanita dewasa dan seorang anak
laki-laki yang beranjak dewasa.
Seperti biasa. Setiap pagi Luhan tetap harus
membangunkan Jongin. Menyiapkan sarapan. Lalu pergi ke restoran tempat dimana
ia bekerja. Begitu pula Jongin, pergi ke tempat kuliahnya.
Yang berbeda adalah setiap malam
tiba.
Keadaan menjadi selalu hening.
Hanya suara televisi yang ada. Mereka berdua menjadi sering salah tingkah. Jika Luhan sedang berada di dapur, lalu Jongin mendekatinya, sudah pasti Luhan mengalihkan perhatiannya dan beranjak keluar dari dapur sementara. Begitu pula Jongin, jika kebetulan sama-sama ingin menggunakan kamar mandi, Jongin pasti pura-pura tidak jadi ke kamar mandi dan menyuruh Luhan untuk masuk kamar mandi terlebih dahulu.
Keadaan menjadi selalu hening.
Hanya suara televisi yang ada. Mereka berdua menjadi sering salah tingkah. Jika Luhan sedang berada di dapur, lalu Jongin mendekatinya, sudah pasti Luhan mengalihkan perhatiannya dan beranjak keluar dari dapur sementara. Begitu pula Jongin, jika kebetulan sama-sama ingin menggunakan kamar mandi, Jongin pasti pura-pura tidak jadi ke kamar mandi dan menyuruh Luhan untuk masuk kamar mandi terlebih dahulu.
Sampai pada akhirnya Jongin
angkat bicara malam itu.
“Luhan… Aku harus berbuat apa
agar kau tahu apa yang ada didalam hatiku. Aku sangat kacau sejak malam itu.”
“Hah? Apa yang ingin kau
bicarakan Jongin? Aku tidak mengerti.”
Jongin tidak langsung menjawab.
Melainkan menarik tangan Luhan hingga tubuhnya yang kecil masuk ke dalam
pelukan Jongin.
Dan saat itu, Jongin yang selalu terlihat kasar dan kuat, menangis sembari memeluk Luhan erat.
Dan saat itu, Jongin yang selalu terlihat kasar dan kuat, menangis sembari memeluk Luhan erat.
“Apakah selama ini kau tidak tahu
Luhan? Aku sangat kacau, aku memikirkan perasaan yang tumbuh selama ini.”
“Maksudmu apa Jongin?”
Jongin melepaskan pelukannya,
memegang kedua lengan Luhan dan menatap matanya tajam.
“Aku sangat mencintaimu. Aku
sangat mencintaimu, Luhan! Apakah kau tidak menyadarinya. Apakah kau masih saja
menganggapku anak kecil, seorang adik, atau apalah itu…”
“…”
Luhan hanya terdiam dan memandang tatapan tajam Jongin.
“Lihatlah aku sebagai seorang
lelaki, Luhan!”
Perkataan Jongin ini membuat
Luhan mematung. Ia sebenarnya merasakan sesuatu selama ini. Rasa cinta terhadap
Jongin. tetapi buka rasa cinta terhadap seorang adik. Hanya saja Luhan tidak
mau mengakuinya, ia berbohong terhadap dirinya sendiri.
“A.. a.. aku.. Aku takut Jongin!”
“Mengapa harus takut?”
Jongin kembali memeluk Luhan.
Lalu ia berkata panjang lebar.
“Apakah kau takut karena selama
ini aku hanyalah anak kecil yang kau asuh? Aku sungguh benar-benar tidak bisa
melihat wanita lain. Aku hanya bisa melihatmu. Aku selalu mencoba untuk tidak
bergantung padamu. Tapi apakah aku bisa jika suatu saat aku harus berpisah
darimu.”
Luhan membalas pelukan erat
Jongin. ia mulai menitikan air mata. Sebenarnya ia takut jika ia mempunyai rasa
itu Jongin akan berubah sikapnya padanya.
Sungguh polos Luhan yang tidak mengetahui bahwa adik asuhnya itu kini sudah menjadi dewasa dan memendam cinta kepada Luhan.
Sungguh polos Luhan yang tidak mengetahui bahwa adik asuhnya itu kini sudah menjadi dewasa dan memendam cinta kepada Luhan.
“Mulai sekarang, jangan
menganggapku sebagai adik lagi, atau apapun itu. Anggaplah aku sebagai orang
yang bisa kau luapkan rasa cinta. Anggaplah aku sebagai pria yang kau cintai.
Bukankah kau pun mencintaiku Luhan?”
“Jongin, mianhae…”
“Jongin, mianhae…”
“Wae? Apakah aku salah menduga
bahwa kau mencintaiku?”
“A.. aniyo Jongin.. Aku juga
sangat mencintaimu.”
Luhan mulai mengungkapkan semua
rasa yang ada di dalam hatinya.
“Mana mungkin aku akan bertahan
disini jika aku tidak mencintaimu, Jongin.”
“Aku tahu Luhan.”
“Aku memendam rasa ini karena aku
sangat takut jika nantinya akan merubah sikapmu terhadapku. Aku takut jika
suatu saat kau pergi. Ketika aku pikir kau pasti akan pergi suatu saat nanti.
Makanya aku hanya memendam perasaan ini. Membuatku bungkam dan melakukan semua
rutinitas seperti tidak ada apa-apa. Namun hatiku sangat berat memendam semua
ini...”
Luhan meluapkan bebannya selama
ini. Lalu Jongin menarik leher Luhan. Membuat wajah Luhan mendekat. Lalu Jongin
menyumpal plum lips Luhan yang terus mengeluarkan kata-kata itu dengan
bibirnya. Luhan terpaksa berhenti berbicara. Air matanya terus mengalir, juga
membasahi pipi Jongin yang kini tepat di bawah matanya.
Ciuman itu cukup lama. Luhan
hanyut diantara perasaan takut dan lega. Setelah itu Jongin memulai lagi
pembicaraan.
“Aku tidak akan pernah
meninggalkanmu.”
Seketika perasaan takut Luhan
memudar. Yang ada hanya perasaan lega. Sungguh lega karena semuanya sudah
diungkapkannya kepada Jongin.
“Aku juga mencintaimu Jongin…
Sangat mencintaimu.”
“Berhentilah menangis, wajah angel-mu menjadi sangat jelek.”
“Aissh! Dalam suasana seperti
ucapanmu masih saja kasar, Jongin!”
Jongin menyeka air mata dipipi
Luhan. Begitupun Luhan, melap pipi Jongin yang basah karena air mata dengan
tangannya yang halus. Mereka berdua tertawa kecil, tawa bahagia. Senyum lega
bagaikan sedang menikmati mentari pagi di musim semi. Sungguh hati mereka
berdua terasa begitu nyaman malam ini.
Dan kehidupan rumah ini pun mulai
penuh dengan cinta yang sesungguhnya.
-END-
Kyaaaa…..
Ceritanya jauh banget dari
bayangan aku! Tadinya aku pengen ngasih sedikit adegan yadong. Tapi ngga jadi
lagi…
*Memang ngga lihai bikin cerita
yadong.. (?)… BIngung di tuangin ke kata-kata nih… Aduuuh…
Yang request fanfic KaiLu ini
Nadia Yoomin, semoga suka ya ya ya…
Aku bikin Luhan switchgender,
jadi cewek, gak apa-apa yaa…?
Habisnya aku ngga bisa bikin
Yaoi…
Huwaaaaaa…. Mesti sering lagi
baca fanfic lain nih…
Yang udah baca, mohon rnr nya
yaaa…
Mohon..! Kalo ngga nanti Chanyeol
sembur pake api…! >_<
Terimakasih sudah membaca fanfic
ini..